Kerajaan Sriwijaya didirikan oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa di abad ke-7. Ia berpusat di tepian Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan. Kerajaan Sriwijaya sangat berpengaruh di Nusantara.
Pada abad ke-9, di bawah Raja Balaputradewa, Sriwijaya mencapai puncak kejayaannya. Ia mengontrol perdagangan di Selat Malaka. Wilayah kekuasaannya meliputi Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, dan sebagian Jawa.
Nama Kerajaan Sriwijaya sangat bermakna. Ini mencerminkan kejayaan kerajaan maritim terbesar di Asia Tenggara. Dalam bahasa Sansekerta, Sriwijaya berasal dari kata ‘Sri’ yang berarti cahaya atau yang bercahaya, dan ‘Wijaya’ yang artinya kemenangan. Jadi, Sriwijaya berarti Kemenangan yang Gemilang.
Kerajaan Sriwijaya didirikan oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa pada abad ke-7 Masehi. Pada masa kejayaannya, Sriwijaya menjadi pusat perdagangan internasional. Mereka menguasai jalur utama Selat Malaka dan memperluas pengaruhnya hingga ke wilayah Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, dan sebagian Jawa. Nama Sriwijaya dikenal luas, baik di kalangan Tionghoa sebagai San-fo-tsi maupun di kalangan Arab sebagai Sribuza.
Sriwijaya menjadi pusat pendidikan agama Buddha yang berkembang pesat. Ini menunjukkan bahwa Sriwijaya benar-benar merupakan kemenangan yang gemilang bagi kerajaan di Asia Tenggara pada masa itu.
Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan maritim yang sukses di Asia Tenggara. Didirikan oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa di abad ke-7 Masehi. Ia berpusat di tepian Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan.
Prasasti Kedukan Bukit dari tahun 682 Masehi menandakan Dapunta Hyang Sri Jayanasa sebagai raja Sriwijaya. Pada tahun 686 Masehi, prasasti di Pulau Bangka menunjukkan Sriwijaya menaklukkan Sumatera Selatan, Bangka, Belitung, dan Lampung.
Puncak kejayaan Sriwijaya terjadi di abad ke-8 hingga ke-9. Kepemimpinan Raja Balaputradewa menjadikan Sriwijaya pusat pembelajaran agama Buddha yang terkenal.
Kerajaan Sriwijaya kemudian menghadapi serangan dari Kerajaan Medang dan Kerajaan Cola. Ini mengakibatkan keruntuhan kekuasaannya pada abad ke-13. Pada abad ke-14, Sriwijaya runtuh setelah diserang oleh Kerajaan Majapahit dari Jawa.
Kerajaan Sriwijaya ada dari abad ke-7 hingga ke-13. Raja-raja di sini sangat penting untuk kejayaannya. Berikut adalah daftar raja-raja yang memimpin Kerajaan raja-raja sriwijaya:
Raja-raja sriwijaya seperti Samaratungga dan Balaputradewa sangat berkontribusi. Mereka membangun infrastruktur dan memperluas wilayah. Kerajaan ini sangat jaya di abad ke-8 dan ke-9.
Tapi, Kerajaan Sriwijaya akhirnya runtuh di abad ke-14. Peperangan dengan Jawa, Kerajaan Cola, dan Kerajaan Sukhodaya menyebabkannya.
Kerajaan Sriwijaya sangat sukses di abad ke-8 dan ke-9. Ini karena kepemimpinan Raja Balaputradewa. Mereka menguasai banyak wilayah, termasuk Malaysia, Singapura, dan Thailand Selatan.
Raja Balaputradewa membuat Sriwijaya jadi kerajaan laut yang kuat. Armada laut mereka besar. Ini membuat kapal asing merasa aman di wilayah Sriwijaya.
Sriwijaya adalah pusat perdagangan antara India dan Cina. Mereka jual banyak barang, seperti emas dan kulit kura-kura. Ini membuat mereka kaya.
Para pedagang asing datang untuk beli barang-barang itu. Mereka tukar dengan porselain dan sutra. Ini menunjukkan Sriwijaya sangat sukses di ekonomi.
Raja Balaputradewa punya hubungan baik dengan kerajaan lain. Mereka bekerja sama dengan Kerajaan Benggala dan Kerajaan Chola di India. Ini menunjukkan kemampuan Sriwijaya dalam diplomasi.
Sriwijaya juga menguasai banyak rute perdagangan. Mereka kontrol Selat Sunda dan lainnya. Ini membantu mereka sukses.
Sriwijaya juga pusat pendidikan agama Buddha. Universitas Nalanda di Siguntang Hill menarik banyak pelajar. Mereka datang dari Cina hingga India.
I-Tsing dari Cina datang untuk belajar. Dia menerjemahkan kitab Buddha ke dalam bahasa Cina. Ini menunjukkan Sriwijaya penting dalam pendidikan.
Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan maritim terkemuka di Nusantara. Mereka sangat penting dalam perdagangan regional dan internasional. Mereka berdagang di jalur utama Selat Malaka.
Letak geografis Kerajaan Sriwijaya di tepi Sungai Musi sangat strategis. Ini mempercepat perkembangan perekonomian mereka. Aktivitas perdagangan sriwijaya antara India dan China sangat mempengaruhi ekonomi mereka.
Barang dagangan utama Kerajaan Sriwijaya adalah emas, perak, dan gading gajah. Mereka juga dagangkan penyu, kemenyan, dan kapulaga. Kapur barus, pinang, dan kayu gaharu juga termasuk.
Para pedagang asing menukar barang dagangan mereka dengan porselen dan tembikar. Mereka juga menukar dengan kain katun dan sutra.
Komoditas Sriwijaya | Barang Dagangan Asing |
---|---|
Emas, perak, gading gajah, penyu, kemenyan, kapulaga, kapur barus, pinang, kayu gaharu, cendana, kayu hitam, lada, damar | Porselen, tembikar, kain katun, kain sutra |
Sriwijaya menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka. Mereka menjalin hubungan dagang dengan banyak negara. Termasuk India, Burma, Kamboja, Filipina, Persia, dan Arab.
Untuk menjaga stabilitas ekonomi, Sriwijaya menerapkan sistem pajak. Mereka juga mengontrol ketat aktivitas pelayaran dan perdagangan. Armada laut mereka kuat, sehingga kapal asing merasa aman berdagang di wilayah mereka.
Kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai kerajaan maritim terbesar di Nusantara. Mereka memiliki peran penting dalam politik kerajaan sriwijaya dan hubungan diplomatik sriwijaya. Salah satu pemimpin terkemuka Sriwijaya adalah Raja Balaputradewa. Dia berhasil menjalin hubungan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan luar seperti Kerajaan Benggala dan Kerajaan Chola di India.
Sriwijaya juga menguasai beberapa jalur perdagangan strategis. Mereka mengendalikan Selat Sunda, Selat Malaka, dan lainnya. Pengendalian atas jalur-jalur perdagangan ini memungkinkan Sriwijaya untuk menjadi pusat ekonomi dan politik yang berpengaruh di Asia Tenggara.
Kerajaan Sriwijaya menganut sistem kedatuan. Sistem ini terdiri dari mandala (provinsi) yang dipimpin oleh datu. Datu dipilih dari kalangan putra-putra keturunan kerajaan dan memiliki peran penting dalam struktur politik Sriwijaya.
Periode | Raja Sriwijaya |
---|---|
671-702 M | Dapunta Hyang Sri Jayanasa |
702-742 M | Śrī Indravarman |
742-775 M | Śrī Mahārāja |
775-782 M | Dharmasetu |
782-812 M | Śrī Dewa |
812-832 M | Balaputradewa |
832-860 M | Śrī Sanggramavijayottungavarman |
860-903 M | Śrī Udayadityavarman I |
903-919 M | Śrī Cudāmaṇivarman |
919-1025 M | Śrī Sangramavijayottungavarman |
1025-1045 M | Śrī Sanggrāmavijayottungavarmmadharmarājādhirāja |
1045-1068 M | Śrī Cūḍāmaṇivarmmadharmarājādhirāja |
1068-1077 M | Śrī Kulottunga Cōḻadēva |
1077-1088 M | Śrī Vīravikramottungavarman |
1088-1094 M | Śrī Dharmmavīravikramottungavarman |
1094-1127 M | Śrī Dārappatunggavarman |
1127-1135 M | Śrī Viravijayottunggarvarman |
1135-1146 M | Śrī Dharmmavīravikramavarman |
1146-1183 M | Śrī Trailokyarāja |
1183-1212 M | Śrī Dharmmavīravikramavarman |
1212-1228 M | Śrī Candrabhānu |
1228-1268 M | Śrī Tribhuvanottungawarman |
1268-1286 M | Śrī Dharmavīravīravijayottungga-varman |
1286-1297 M | Śrī Rājendra Cōḻadēva |
1297-1317 M | Śrī Indravarman |
1317-1348 M | Śrī Adityavarman |
1348-1375 M | Śrī Dharmavijayavarman |
1375-1414 M | Śrī Kertavarman |
1414-1455 M | Śrī Suryavarmadeva |
1455-1477 M | Śrī Dharmavijaya |
1477-1494 M | Śrī Jayavijaya |
1494-1527 M | Śrī Rajadhiraja |
1527-1545 M | Śrī Bhre Kertabumi |
1545-1556 M | Śrī Surapati |
1556-1586 M | Śrī Dharmavamsa Tribuvanaraja |
1586-1597 M | Śrī Bagus Buang |
1597-1610 M | Śrī Dharmavamsa Anantavikrama |
1610-1634 M | Śrī Surapati |
1634-1650 M | Śrī Bagus Sonop |
1650-1662 M | Śrī Dharmavamsa Kertawijaya |
1662-1670 M | Śrī Dharmavamsa Kertawijaya |
1670-1686 M | Śrī Dharmavamsa Kertawijaya |
1686-1690 M | Śrī Dharmavamsa Kertawijaya |
1690-1702 M | Śrī Dharmavamsa Kertawijaya |
1702-1727 M | Śrī Dharmavamsa Kertawijaya |
1727-1760 M | Panembahan Ratu |
1760-1773 M | Pangeran Adipati Anom |
1773-1786 M | Panembahan Ratu |
1786-1812 M | Sultan Mahmud Badaruddin I |
1812-1821 M | Sultan Mahmud Badaruddin II |
1821-1823 M | Sultan Ahmad Najamuddin |
1823-1852 M | Sultan Mahmud Badaruddin II |
1852-1876 M | Sultan Ahmad Najamuddin II |
1876-1904 M | Sultan Mahmud Badaruddin II |
1904-1955 M | Sultan Ahmad Najamuddin II |
Tabel di atas menunjukkan daftar raja-raja yang diduga memerintah Kerajaan Sriwijaya. Mulai dari Dapunta Hyang Sri Jayanasa pada tahun 671-702 hingga Dharmavamsa Kertawijaya pada tahun 1650-1662.
Berkembangnya politik kerajaan sriwijaya dan hubungan diplomatik sriwijaya tercermin dari keberhasilan Sriwijaya. Mereka menguasai jalur-jalur perdagangan penting. Pengendalian atas jalur perdagangan ini menjadikan Sriwijaya sebagai pusat ekonomi dan politik yang berpengaruh di Asia Tenggara.
Kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaannya di abad ke-8 hingga ke-9 Masehi. Mereka memiliki sistem hukum nasional. Hukum dan sanksi untuk pelanggar tercatat dalam prasasti seperti Prasasti Telaga Batu.
Hukum di Kerajaan sistem hukum kerajaan sriwijaya sangat ketat. Ini berlaku bukan hanya untuk rakyat biasa, tapi juga keluarga kerajaan. Ini menunjukkan betapa tegas mereka dalam menjalankan hukum.
Aspek | Keterangan |
---|---|
Dasar Hukum | Prasasti Telaga Batu dan prasasti lainnya |
Tujuan Hukum | Memelihara ketertiban dan keamanan di wilayah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya |
Jenis Hukuman | Pengasingan, penyitaan harta, dan hukuman lain yang tercatat dalam prasasti |
Sistem hukum kerajaan sriwijaya menunjukkan kekuatan pemerintahan mereka. Mereka sangat memperhatikan kestabilan dan keamanan. Ini membantu Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat kekuatan maritim di Asia Tenggara.
“Kerajaan Sriwijaya menggunakan sistem hukum yang bersifat nasional, dengan hukuman dan sanksi yang tercatat dalam sejumlah prasasti peninggalan kerajaan.”
Kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai pusat pendidikan agama Buddha. Pelajar dari Cina dan India datang untuk belajar. Guru agama Buddha terkemuka di Sriwijaya adalah Sayakitri.
Sriwijaya mewarisi tradisi dan kebudayaan yang kaya. Arsitektur, seni, dan adat istiadat masyarakatnya menunjukkan kekayaan budaya. Peninggalan budaya seperti prasasti memberikan informasi tentang sejarah dan kehidupan sosial-ekonomi.
Dalam bidang sosial, Sriwijaya dikenal sebagai kerajaan yang toleran. Masyarakatnya terdiri dari berbagai suku bangsa yang hidup berdampingan dengan damai.
Kerajaan Sriwijaya juga dikenal sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Para sarjana dan ilmuwan dari berbagai negara berkumpul di Sriwijaya. Mereka berdiskusi dan bertukar ide, menjadikan Sriwijaya pusat intelektual terkemuka di Asia Tenggara.
Secara keseluruhan, Sriwijaya mencerminkan kekayaan sosial-budaya. Ini menjadikannya kerajaan yang berpengaruh di Asia Tenggara pada masa kejayaannya.
Kerajaan Sriwijaya didirikan oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa di abad ke-7 Masehi. Puncak kejayaannya di abad ke-9, Sriwijaya menguasai banyak wilayah. Mulai dari Sumatera bagian selatan hingga Lampung.
Lokasi pusat pemerintahannya masih diperdebatkan. Tapi, Palembang dianggap pusatnya karena letaknya di tepi Sungai Musi. Akses ke Selat Sunda dan Selat Malaka juga memudahkan perdagangan.
Beberapa raja yang memerintah Sriwijaya termasuk Dapunta Hyang Sri Jayanasa dan Balaputradewa. Puncak kejayaan Kerajaan Sriwijaya terjadi di bawah Raja Balaputradewa. Masa itu, Sriwijaya menguasai banyak wilayah di Asia Tenggara dan Timur.
Armada laut Sriwijaya kuat dalam perdagangan. Mereka menjalin hubungan dengan banyak negara. Mereka juga memproduksi emas, perak, rempah-rempah, dan kayu cendana.
Namun, sejarah kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran di abad ke-11. Kerajaan Cola dari India Selatan menaklukkannya pada tahun 1025. Serangan ini merusak jalur perdagangan utama Sriwijaya.
Lambat laun, Sriwijaya mulai meredup. Serangan dari Kerajaan Singasari dan Majapahit pada abad ke-13 dan ke-14 juga memperburuk keadaannya. Pada tahun 1377 M, Majapahit mengambil alih Kerajaan Sriwijaya.
“Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan terbesar di Asia Tenggara pada masanya, dengan kekuatan militer dan ekonomi yang sangat kuat.”
Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kerajaan besar di Indonesia. Mereka mencapai puncak kejayaan di abad ke-8 dan ke-9. Raja Balaputradewa memimpin mereka.
Mereka dikenal sebagai kerajaan maritim. Sriwijaya membangun armada laut yang kuat. Ini membuat mereka pusat perdagangan internasional.
Kerajaan ini juga pusat penyebaran agama Buddha di Asia Tenggara.
Meski mengalami kemunduran, Sriwijaya tetap berpengaruh. Didirikan oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa di abad ke-7 Masehi. Mereka menguasai wilayah strategis di Palembang, Lampung, Jambi, Bangka, dan Belitung.
Kesimpulannya, sejarah kerajaan Sriwijaya menunjukkan mereka sebagai kekuatan maritim terbesar di Asia Tenggara. Mereka berperan besar dalam perdagangan dan penyebaran agama Buddha.
Sriwijaya berasal dari kata ‘Sri’ yang berarti cahaya. Dan ‘Wijaya’ yang berarti kemenangan. Jadi, Sriwijaya berarti kemenangan yang gemilang.
Kerajaan Sriwijaya didirikan oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa pada abad ke-7. Pusat kerajaannya di tepian Sungai Musi, di Palembang, Sumatera Selatan.
Berikut adalah daftar raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Sriwijaya:
Dapunta Hyang Sri Jayanasa (683 M), Indrawarman (702 M), Rudra Wikrama (728-742 M), Sanggramadhananjaya (775 M), Dharanindra/Rakai Panangkaran (778 M), Samaragrawira/Rakai Warak (782 M), Dharmasetu (790 M), Samaratungga/Rakai Garung (792 M), Balaputradewa (856 M), Sri Udayadityawarman (960 M), Sri Wuja atau Sri Udayaditya (961 M), Hsiae-she (980 M), Sri Cudamani Warmadewa (988 M), Malayagiri/Suwarnadwipa (990 M), Sri Marawijayottunggawarman (1008 M), Sumatrabhumi (1017 M), Sri Sanggrama Wijayatunggawarman (1025 M), Sri Dewa (1028 M), Dharmawira (1064 M), Sri Maharaja (1156 M), Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa (1178 M).
Kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-8 hingga ke-9. Ini di bawah kepemimpinan Raja Balaputradewa.
Sebagai kerajaan maritim, Sriwijaya membangun armada laut yang kuat. Kapal-kapal asing merasa aman berdagang di wilayahnya. Barang dagangan meliputi emas, perak, dan lain-lain.
Raja Balaputradewa menjalin hubungan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan luar. Kerajaan Sriwijaya mengendalikan jalur perdagangan melalui Selat Sunda dan lain-lain.
Kerajaan Sriwijaya menggunakan sistem hukum nasional. Hukuman dan sanksi tercatat dalam prasasti peninggalan kerajaan.
Kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai pusat pendidikan agama Buddha. Para pelajar dari berbagai negara datang untuk belajar.
Kerajaan Sriwijaya mulai mengalami kemunduran pada abad ke-11. Serangan Kerajaan Cola dari India Selatan pada tahun 1025 menghancurkan jalur perdagangan. Serangan dari Kerajaan Singasari dan Majapahit juga memperburuk keadaan.